Thursday, January 30, 2020

Empati vs Simpati: Kamu Tergolong yang Mana?


Bagaimana reaksi kita saat melihat penderitaan? Kita tak dapat menghindari penderitaan, betapa pun kerasnya kita mencoba. Ada macam-macam penderitaan: kemiskinan, tak punya rumah dan sakit penyakit. Penderitaan ada di mana-mana. Bagaimana reaksi kita yang sebenarnya terhadap itu? Saat kamu melihat seorang pria tua gemetar kedinginan di pinggir jalan dengan hanya selembar selimut tipis. Kamu tentu merasa tak nyaman, namun terus berjalan lewat.

Kamu bisa merasakan penderitaan orang tua itu yang rasanya sulit bisa bertahan melewati malam itu. Tapi kamu tetap tak berhenti dan melakukan sesuatu. Disini bagaimana reaksi kita akan menjadi penentu siapa diri kita.

Secara alami, manusia punya rasa simpati terhadap penderitaan manusia lain. Seorang Psikolog bernama Edward Tichiner menerjemahkan sebuah kata didalam bahasa Jerman “Einfuhlung” menjadi “ikut merasakan”di tahun 1909. Sekarang ini kita semua mengenalnya sebagai “empati”. Namun merasa kasihan pada orang lain bukanlah empati, seperti yang dikira oleh banyak orang. Suatu perasaan yang kita alami adalah campuran dari berbagai perasaan.

Rasa kasihan adalah perasaan tidak nyaman dan kesedihan saat melihat penderitaan orang lain. Saat kamu melihat sepasang suami istri saling berteriak satu sama lain dalam pertengkaran, kamu mungkin merasa kasihan pada mereka, berhenti sejenak, namun lalu berjalan lagi. Rasa kasihan adalah menangkap penderitaan orang lain dan kamu merasa tak nyaman karenanya, namun tak lebih dari itu.

Simpati adalah tindakan menunjukkan rasa kasihan secara kasat mata dan mengharapkan orang yang sedang menderita itu diringankan penderitaannya. Ada care dan kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa mengerti secara persis apa yang diderita. Kamu berusaha mengerti dengan cara menempatkan dirimu di posisi orang tersebut. 

Sedangkan empati adalah care dan sekaligus mengerti penderitaan yang sedang dialami orang lain. Ingat, bisa tahu dan mengerti tidak selalu dibarengi dengan peduli. Dan ini artinya bukan empati yang sesungguhnya. Hal ini kerap dijumpai dalam diri orang psikopath. Psikopath bisa mengerti apa persisnya yang membuat orang lain menderita namun malah menggunakannya untuk melukai orang tersebut. Ia tak peduli bagaimana dampak dari perbuatannya terhadap perasaan orang lain.

Kamu perlu pernah mengalaminya sendiri dan punya kepedulian agar bisa berempati. 

Belas kasih bisa saja empati atau simpati dan ini dibarengi dengan keinginan untuk meringankan penderitaan pihak lain. Saat kamu berbelas kasih, kamu berusaha secara aktif untuk mencari solusi. Kamu melakukan sesuatu dengan rasa empati dan simpatimu, dan tidak hanya berjalan lewat begitu saja.

Perlu dicatat bahwa “altrusime” sangatlah berbeda dari empati, simpati, kasihan dan belas kasih. Saat seseorang bertindak altruistik, ia melakukannya dengan dasar bahwa itu adalah hal yang benar untuk dilakukan. Bukan karena ia merasa tak nyaman. Sikap altruisme bisa berjarak secara emosi bahkan tanpa perasaan. Karena ini tidak dilandasi oleh perasaan pribadi, namun melakukannya karena menurut anggapannya itu benar. 

Altruisme bisa menjadi bumerang jika orang yang bersangkutan jadi tak peduli lagi pada penderitaan. Ia tak mengerti masalahnya, namun berusaha memecahkannya.

Contoh sikap altruistik yang keliru adalah saat orangtua mengganti boneka anaknya yang sudah usang dan rusak dengan boneka baru, karena menganggap ini benar untuk dilakukan. Namun dengan menggantinya, mereka menghancurkan semua kenangan dan ikatan perasaan anak dengan boneka lamanya. 

Maka, jika sekarang kamu melihat seorang pria tua yang gemetar kedinginan di pinggir jalan, bagaimana reaksimu? Kasihan? Simpati? Empati? Ataukah kamu akan membawakan dia selimut tambahan karena altruisme? Atau karena belas kasih? Coba kamu renungkan jawabannya...

Alihbahasa: Boni Sindyarta

Be D*Light for Awareness & Enlightenment"

D*Light Institute – House of D*Light
Tomang, Jakarta Barat

Menginspirasi, mendidik dan menghibur…

Sumber: Sympathy vs Empathy: Which One are You? - Psych2Go – YouTube Channel

No comments:

Post a Comment