Saturday, November 7, 2020

Panggilan Universal kepada Kekudusan


 

Abad-abad pertama Kekristenan diwarnai dengan suatu idealisme akan kekudusan yang bersifat universal. Dan banyak orang-orang kudus dan guru-guru dalam Gereja terus memberi penekanan pada idealisme ini selama berabad-abad. Namun umat Katolik pada umumnya, semenjak abad pertengahan hingga era modern menganggap kekudusan itu hanya diperuntukkan bagi biarawan dan biarawati. Jadi mana mungkin panggilan universal pada kekudusan itu diperuntukkan bagi seluruh anggota Gereja?

Tuntutan akan kekudusan yang universal ini sudah dicanangkan semenjak masa Gereja perdana, seperti yang ditulis oleh Rasul Paulus pada jemaat di Tesalonika

“Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu” (1 Tes 4:3).

Lebih jauh lagi, Santo Paulus menegaskan bahwa kekudusan bukan hanya diperuntukkan bagi pekerjaan atau profesi tertentu, namun dapat dicapai lewat situasi dan kondisi hidup mana pun.

 

Yesus sendiri juga memberi perintah pada kita

“Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Mat 5:48).

Dari abad ke abad, ada banyak umat Kristen yang ingin mengabdikan hidup mereka sepenuhnya pada kekudusan. Ini adalah awal mula dari berdirinya biara-biara. Mereka melepaskan diri dari kehidupan luar agar dapat mengabdikan diri mereka secara total pada Tuhan.

Sikap ini sangat mengakar pada abad-abad pertengahan, namun sudah banyak memudar di era modern. Ini dimulai dengan kebangkitan ordo-ordo pengemis, seperti Fransiskan dan Dominikan di abad pertengahan. Misi yang mereka emban tidak hanya sebatas di lingkungan biara, namun melibatkan diri secara langsung dalam kehidupan duniawi. Mereka tidak hidup di biara-biara terasing namun berkhotbah dan mengajar di jalan-jalan kota dan universitas-universitas yang dipadati oleh orang awam. Lalu ini dilanjutkan dengan muncurnya ordo-ordo ketiga. Yang beranggotakan pria dan wanita yang ingin mengikuti spiritualitas dan praktik ordo-ordo tersebut, namun dalam status tetap sebagai orang awam di tengah dunia.

Santo Fransiskus de Sales (1567-1622) menjadi salah satu guru terbesar yang mengajarkan spiritualitas untuk kaum awam. Bukunya yang berjudul “Introduction to the Devout Life” terutama ditujukan bagi kaum awam di tengah dunia, bukan kaum religius. Ia menegaskan bahwa kehidupan yang penuh devosi itu mungkin dijalani oleh semua orang.

Dan di era belakangan ini, banyak orang dari semua latar belakang kehidupan telah menerapkan spiritualitas dari seorang biarawati ordo Karmelit, Santa Theresia Kanak-Kanak Yesus (1873-1897). Spiritualitasnya disebut “jalan kecil” menuju kesucian. Intinya adalah, setiap perbuatan, betapa pun kecilnya di mata dunia, dapat menjadi sebuat perwujudan kasih pada Tuhan. Santa Teresa telah memberi jalan yang jelas untuk meraih kesucian di dalam setiap kondisi hidup.

Namun meski adanya semua ajaran dan teladan hidup dari orang-orang besar itu, abad duapuluh masih sangat diwarnai oleh pandangan bahwa kekudusan hanya ekslusif bagi kaum religius. Di era inilah Santo Josemaria Escriva lahir dan dibesarkan (1902-1975). Ia mengemban misi dari Tuhan untuk menegaskan bahwa panggilan untuk kekudusan bersifat universal bagi semua orang dari segala latar belakang. Santo asal Spanyol ini melihat bahwa banyak orang sudah lupa akan panggilan Tuhan kita agar menjadi sempurna.

Menjelang akhir hidup St. Josemaria, Gereja secara resmi memproklamirkan pesan yang ia sebarkan tanpa kenal lelah itu. Konsili Vatikan Kedua yang berlangsung dari 1962 hingga 1965, mengeluarkan sebuah dokumen yang berjudul Lumen Gentium, dengan keyakinan bahwa seluruh anggota Gereja dipanggil menuju kekudusan. Bab 5 dari dokumen ini berjudul “The Universal Call to Holiness”. Lebih jauh lagi, Konsili juga menegaskan bahwa kesucian dapat diraih dalam semua jalan dan situasi hidup.

Maka, Konsili ini semakin menguatkan pesan yang telah dikhotbahkan oleh St. Josemaria selama puluhan tahun: semua orang dipanggil untuk menjadi orang kudus, apa pun vokasi dan situasi hidup mereka, dan setiap pekerjaan dan profesi dapat menjadi sarana untuk meraih kekudusan.

Karya hidup St. Josemaria adalah memanggil semua pria dan wanita untuk menghargai panggilan mereka untuk meraih kekudusan di dunia. Impiannya adalah melihat orang-orang biasa menjadi luar biasa lewat sarana pekerjaan mereka sehari-hari.

Hidup dan ajaran St. Josemaria hanya punya satu tujuan: membantu setiap orang untuk menjadi orang kudus. Dia berkali-kali menegaskan bahwa kita dapat menjadi orang kudus di tengah kehidupan sehari-hari dan menguduskan diri dan dunia lewat kerja, kehidupan keluarga, dan kegiatan sehari-hari.

 

Kesimpulan

Abad kedua puluh tecatat sebagai abad paling berdarah dalam sejarah umat manusia. Mulai dari kamp-kamp konsentrasi Nazi di Jerman hingga klinik-klinik aborsi di Amerika Serikat, lebih banyak darah orang-orang tak bersalah telah tertumpah dalam abad ini dibanding seluruh abad-abad sebelumnya digabung jadi satu.

Kita mungkin jadi bertanya, “Di mana Tuhan dalam semua ini?” Renungkan perkataan St. Josemaria Escriva yang telah hidup di abad ini, “Dunia sedang krisis orang-orang kudus” (The Way 301). “Solusi” yang Tuhan berikan pada dunia yang memilih jalan menuju kematian dan kehancuran adalah memunculkan santo-santa yang dapat menunjukkan pada dunia cara hidup yang lebih baik.

Di abad keduapuluh ini, Tuhan menuntun gereja untuk menegaskan kembali ajaran tradisionalnya, bahwa semua orang dipanggil menuju kekudusan. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran dan dosa adalah, setiap orang menjalani hidup yang kudus di tengah dunia.

St. Josemaria mengemban misi dari Tuhan untuk menyebarkan pesan akan panggilan universal pada kekudusan dan menyebarkannya tanpa kenal lelah. Banyak umat Katolik di jaman kini bersikap “taken for granted” pada panggilan menuju kekudusan ini.

Santo asal Spanyol ini menyerukan pesan Kristus dan Gereja perdana: Tuhan ingin agar kita semua “menjadi sempurna” seperti Dia sendiri sempurna adanya.

Sasaran yang tinggi ini tidak dapat diraih dengan upaya setengah hati dan semangat suam-suam kuku. Ini menuntut hasrat dan tekad untuk membiarkan rahmat Tuhan bekerja dalam diri kita, pelan-pelan menguduskan kita dan mengubah kita menjadi semakin serupa dengan putra-Nya, Yesus Kristus.

Keputusan yang perlu kita ambil hari ini adalah, kita menginginkan kekudusan lebih dari segalanya, dan kita akan melakukan apa saja untuk meraihnya. Kekudusan tak perlu dirasa mengintimidasi – ini dapat diraih oleh semua orang.


“To begin is for everyone, to persevere is for saints”

-          St. Josemaria Escriva

 

Alih bahasa: Boni Sindyarta

Sumber: Holiness for Everyone: the Practical Spirituality of St. Josemaria Escriva by Eric Sammons


No comments:

Post a Comment