Wednesday, May 1, 2019
Catatan Seorang Penulis Pengembara
Seorang penulis sejati selayaknya pernah melakukan suatu perjalanan ke tempat-tempat yang jauh dari rumahnya. Alias mengembara. Ia melakukannya untuk menempa jiwa dan mentalnya sebagai seorang penulis. Jika ia terus tinggal di rumah dan tidak mau banyak menimba pengalaman di jalan, di daerah-daerah yang masih belum ia kenal, wawasannya jadi kurang berkembang dan kedalaman batinnya sebagai seorang penulis masih kurang teruji.
Seorang penulis sejati harus mau menceburkan diri kedalam kancah kehidupan. Kedalam gerak masyarakat daerah-daerah jauh dari rumah yang ia singgahi. Ia tidak pilih-pilih orang dalam pergaulan, melainkan mau bergaul dengan siapa saja, karena ini menambah wawasan serta pengalamannya dalam memahami karakter dan sifat berbagai jenis orang.
Selalu ada pengalaman baru yang bisa dicecap oleh indra seorang penulis di tempat yang baru ia kunjungi untuk pertama kalinya, atau mungkin sudah beberapa kali ia kunjungi. Tempat-tempat yang jauh dari rumah. Tempat-tempat yang menjanjikan impian eksotis bagi seorang penulis yang sedang giat-giatnya menulis dan berharap bisa menghasilkan karya-karya terbaiknya di tengah atmosfir yang sarat dengan aroma petualangan dan pengembaraan.
Jika kamu sekarang adalah seorang penulis pemula yang berangan-angan untuk menulis buku dan menghasilkan karya-karya terbaikmu, jangan segan-segan untuk melangkahkan kakimu pergi. Mengunjungi tempat-tempat yang jauh, dengan pantai-pantainya yang sepi dengan pasir putihnya dan nyiur lambaian pohon-pohon kelapanya. Kamu pantas bermimpi. Kamu berhak bermimpi. Karena kamu punya potensi sebagai seorang penulis.
Jangan selalu berlindung dalam naungan atap rumah tempat tinggalmu, namun latihlah dirimu untuk bepergian mengembara jauh dari rumah. Untuk mengasah batin dan menajamkan indra. Untuk mengembangkan insight dan kemampuan menulismu. Namun ingat: kamu selalu punya rumah untuk tempatmu pulang, ketika kamu rasa pengembaraanmu sudah cukup.
Salah satu tempat yang dianggap sebagai “Surga bagi Para Penulis” adalah Bali. Bali dikenal dengan pantai-pantainya dan tebing-tebingnya yang eksotis. Kamu bisa memilih café-café yang terletak di tepi pantai, memesan secangkir kopi atau milkshake, membuka laptopmu, kemudian menulis di sana selama berjam-jam tanpa gangguan. Sungguh suatu pengalaman yang tak ada bandingannya dan tak bisa kamu peroleh di kota-kota besar seperti di Jakarta. Kamu bisa menulis kenapa kamu mengembara. Apa yang sebenarnya kamu cari didalam pengembaraanmu. Apa yang kamu cari didalam kehidupan. Bagaimana harapanmu ke depan. Dan hal-hal semacamnya yang butuh permenungan.
Setelah kamu rasa cukup, kamu lalu bisa mem-posting tulisanmu ke blog pribadimu, agar orang bisa ikut memetik manfaat dari pengalaman akan kesendirian yang kamu peroleh di tempat-tempat yang jauh dari rumah ini. “Catatan Seorang Pengembara”, begitu kamu mungkin memberi judul pada penggalan-penggalan permenungan yang kamu peroleh selama dalam perjalanan.
Atau jika hari sudah menjelang malam, kamu bisa menulis di café-café sepi yang terletak agak di pedalaman Bali. Suasana agak masuk kedalam hutan tentu nyaman sebagai pengiring kamu menuliskan penghayatan yang kamu rasakan dalam pengembaraan ini, serta hasil refleksi kehidupan yang kamu petik darinya. Di café-café yang biasanya menyediakan fasilitas WiFi ini, kamu dengan mudah bisa melihat blog-blog orang lain, entah yang penulisnya orang dari dalam atau luar negerti, untuk semakin memperluas wawasanmu dan melihat perspektif mereka dalam memandang masalah dan kehidupan.
Kamu pun menulis dan surfing di internet sampai larut malam, lewat tengah malam. Kemudian pulang ke losmen tempatmu menginap dan tertidur dengan nyenyak, merasa telah mendapatkan suatu pengalaman berharga lagi untuk hari itu.
Bali memang tempatnya bagi turis-turis mancanegara untuk berkumpul. Mereka datang dari seluruh pelosok dan penjuru dunia. Banyak pemuda yang datang untuk surfing. Memuaskan hasrat masa muda mereka. Banyak juga yang datang dengan tujuan untuk memulai kehidupan baru di Bali. Mereka mengalami kehancuran hidup di negara asal mereka. Banyak yang hubungan perkawinannya kandas. Bisnis gagal. Belum lagi yang baru saja putus cinta dan ingin mencari ketenangan di pantai-pantainya yang sebagian memang enak dan tenang untuk menyendiri. Juga tebing-tebingnya yang menyediakan pemandangan yang membangkitkan rasa takjub. Tempat sempurna untuk menulis jurnal pribadi.
Singkatnya, banyak dari mereka yang berusaha mencari kesembuhan di Bali. Mereka datang ke Ubud. Pusat lokasi kesembuhan di Bali. Konon, daerah Ubud memancarkan getaran energi kesembuhan yang bisa menenangkan pikiran dan jiwa. Pikiran dan jiwa yang lelah oleh saratnya beban masalah dan tuntutan perjuangan hidup di negara-negara asal mereka. Mereka mencari bimbingan dan kesembuhan dari para “Balian” – atau dukun penyembuh khas asli Bali. Para Balian ini memiliki ilmu penyembuhan yang diwariskan secara turun-temurun dari orangtua dan leluhur mereka. Mereka menjalani kehidupan yang sederhana dan bersahaja demi memelihara daya penyembuhan yang mereka miliki.
Tarif pengobatan pun tidak dipatok. Semuanya dilandasi oleh kerelaan dan penghargaan dari para pencari kesembuhan pada jasa yang mereka terima. Di Ubud, harmoni antara alam dan manusia sangatlah dijaga.
Jangan bilang dirimu seorang “Penulis Sejati” jika kamu belum pernah pergi ke Bali. Seorang penulis pengembara layaknya menyandang ransel berisi laptop berukuran kecil sebagai sarana andalannya untuk menciptakan karya-karya tulis.
Jika kamu ada di suatu tempat yang masih asing bagimu. Cobalah untuk menyatukan diri dengan atmosfir masyarakat di situ. Untuk mula-mula sebagai penulis pengembara, cobalah datangi Bali atau Jogjakarta. Rasakan atmosfir masyarakatnya. Alami pancaran hawa spiritualnya. Lalu mulailah menuliskan pengalamanmu selama di sana. Pengalamanmu mengunjungi kedua tempat ini tak akan kamu sesali. Jogja dan Bali adalah “Surga untuk para penulis.” Entah untuk penulis kawakan atau penulis pemula seperti kamu. Pengalamanmu mengunjungi kedua tempat ini akan menjadi investasi paling bernilai yang pernah kamu lakukan dalam alur perjalananmu sebagai seorang Penulis Pengembara…
Bagi kamu-kamu para penulis yang saat ini sedang melakukan pengembaraan jauh dari rumah, dan diam-diam hatimu menyimpan cinta pada seorang gadis. Kamu bisa mempersembahkan pengembaraanmu sebagai bukti cintamu padanya. Sebagai ungkapan jati dirimu. Bahwa kamu juga berhasil meraih sesuatu yang bisa kamu banggakan. Ini karena tulisan adalah ungkapan hati seseorang. Apa yang kamu alami selama pengembaraan, bisa kamu bawa pulang sebagai persembahan hati bagi sang kekasih.
Namun jika takdir menggariskan kamu memang harus berpisah dengannya, biarlah pengembaraanmu ini menjadi ungkapan dari ketegaran jiwamu sebagai penyelesaian yang terhormat dari salah satu episode hidupmu.
Kamu yang telah mengembara jauh, akhirnya menemukan sebuah mutiara tak ternilai – penemuan akan dirimu sendiri…
“Tak ada pengembaraan, tak ada perjalanan yang paling jauh, kecuali pengembaraan untuk menemukan diri sendiri…”
Penulis: Boni Sindyarta
“Be D*Light for Awareness & Enlightenment"
D*Light Institute – House of D*Light
Tomang, Jakarta Barat
Ikuti terus artikel-artikel kami untuk wawasan dan pengembangan diri lebih…
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment