Wednesday, December 19, 2018
Sembuhkan Luka-Luka Batinmu dengan 5 Langkah Sederhana ala Budhis Ini
Dalam perjalanan hidup kita, kita mengalami sejumlah trauma perasaan dan psikologis akibat konflik dengan orang lain. Trauma-trauma perasaan dan psikologis ini adalah bagian dari masa lalu kita. Dan ini semua kerap tak disadari karena terkubur didalam alam bawah sadar. Namun ini semua menimbulkan pengaruh yang nyata. Biasanya trauma-trauma perasaan dan psikologis ini menjadi latar belakang bagi gejolak perasaan-perasaan kita. Ini menyebabkan mood negatif dan ledakan-ledakan perasaan yang nampaknya tanpa sebab dan sulit dijelaskan.
Mood negatif ini mudah mengendalikan prilaku kita, menyebabkan kita melakukan tindakan-tindakan yang kelak kita sesali dan membuat kita malu. Lalu, apa terbuka kemungkinan bagi kita untuk mengalami kesembuhan dari trauma-trauma perasaan dan psikologis ini. Dan bagaimana caranya?
Simak lima langkah berikut untuk menyembuhkan trauma-trauma perasaan dan psikologis:
1. Pengertian. Ini adalah langkah pertama dan terpenting didalam proses kesembuhan, karena pengertian itu sangat penting bagi terjadinya perubahan. Dalam hidup kita, kita sering mengatakan pada orang lain, “Aku tahu bagaimana semestinya kelakuanku, namun aku tidak bisa melakukannya.””Aku tahu apa yang benar, namun aku tetap saja mengulangi prilaku buruk itu. Aku tidak tahu bagaimana caranya bisa berubah.”Sebenarnya, sekadar tahu bagaimana berprilaku yang benar itu belum cukup. Tahu dan mengerti adalah dua hal yang berbeda. Agar perubahan nyata bisa terjadi, dibutuhkan pengertian.
Kita perlu mengerti bahwa di latar belakang pola-pola prilaku yang nampaknya tak dapat diubah, terdapat luka-luka mental, yang diperoleh di masa lalu. Luka-luka mental ini kemudian terbenam kedalam alam bawah sadar. Beda dengan luka-luka fisik di tubuh kita yang bisa sembuh, luka-luka mental ini belum sembuh.
Prilaku-prilaku yang didorong oleh luka-luka mental ini bisa menetap sifatnya dan menopang dirinya sendiri. Contohnya, kita marah pada seseorang karena ia kerap mempermalukan kita didepan umum. Tak lama kita tidak merasa marah lagi dan mengira kemarahan itu sudah lenyap. Namun sebenarnya kemarahan itu belum hilang. Untuk sementara, kemarahan itu muncul di alam sadar, namun kemudian tenggelam kedalam alam bawah sadar, di kedalaman jiwa kita. Dan itu sebenarnya sedang menunggu tiba saatnya untuk muncul kembali ke permukaan.
2. Mengemban tanggung jawab. Saat kita marah pada sesuatu atau seseorang, kita kemudian mencari dalih untuk membenarkan kelakuan kita. Penjelasan yang umumnya kita berikan adalah, kemarahan kita disebabkan oleh orang lain. Atau kelakuan kita adalah satu-satunya kelakuan yang bisa kita perbuat dalam situasi macam itu. Dengan sikap seperti ini, kita tidak mau memikul tanggung jawab atas kelakuan kita dan menyalahkan lingkungan. Kita mencari kambing hitam yang bisa dipersalahkan untuk kelakuan kita, kelakuan yang bahkan kita sendiri mungkin tidak bisa menerimanya.
Langkah pertama adalah menyadari bahwa kemarahan itu disebabkan oleh luka mental. Situasi dan lingkungan hanya berfungsi sebagai kerangka untuk mendorong kemarahan itu muncul ke permukaan dalam diri kita.
Kita hanya dapat meraih perubahan nyata jika kita menyadari bahwa ketidakbahagiaan, rasa iri, atau kemarahan kita, juga kelakuan kita terkait dengan perasaan-perasaan ini selalu merupakan konsekuensi/akibat dari adanya luka batin. Maka, kita jangan lagi selalu mencari dalih untuk membenarkan kelakuan kita. Kita harus mengemban tanggung jawab untuk kemarahan dan ketidakbahagiaan kita, serta menyadari bahwa itu semua adalah akibat dari luka-luka mental.
3. Alami, empati. Agar dapat menyembuhkan luka-luka batin kita, kita harus memelihara benak penuh perhatian, dan kita harus mengenali pola-pola prilaku yang berakar di luka batin itu. Kita kemudian memikul tanggung jawab bagi prilaku tersebut. Saat kesedihan, ketidakbahagiaan, iri hati, atau amarah muncul lagi didalam kehidupan kita, kita tidak lagi mempersalahkan lingkungan dan orang lain.
Lain kali daripada mencari penyebab atau alasan bagi prilaku kita yang didikte oleh perasaan-perasaan negatif itu, lebih baik berkonsentrasi pada perasaan itu sendiri. Contohnya, jika kita merasa marah, alami kemarahan itu secara penuh.
Kemarahan itu sendiri tidaklah salah. Kita tidak salah karena marah. Kita menerima bahwa kita mengalami perasaan marah itu. Kita berempati pada diri sendiri mengapa kita marah. Kita mengerti diri sendiri mengapa kita marah i, bahkan dibenarkan. Pasti hampir semua orang juga akan marah jika ada di posisi yang sama dengan kita. Menerima perasaan negatif adalah langkah pertama untuk berubah. Jangan ditolak dan dilawan. Jangan merasa bersalah karena punya perasaan negatif: marah, iri, benci, dll. Terimalah perasaan itu, dan berempati serta mengerti diri sendiri mengapa kita mengalami perasaan itu. Jika kita marah pada seseorang karena kita merasa dia telah menyalahi kita, mengertilah dan berempati pada diri sendiri mengapa dia telah membuat kita marah. Terimalah perasaan marah ini dan jangan hakimi diri kita karena telah marah. Kita berhak untuk marah dan kemarahan kita bisa dimengerti, diterima dan dibenarkan.
4. Kembali. Setelah kita mengalami perasaan negatif itu sepenuhnya dan menerima itu, kita bisa mencoba kembali ke masa lalu untuk menemukan akar penyebab dari perasaan-perasaan negatif itu. Kita mencari luka batin awal yang mendorong atau menjadi bahan bakar dari timbulnya perasaan-perasaan negatif itu. Kita mungkin akan menemukan beberapa luka kecil, namun jangan berhenti sampai disini, cobalah masuk lebih dalam lagi untuk menemukan luka awal.
Periksalah, dalam situasi seperti apa luka awal itu terjadi. Kita pasti bisa melakukannya, karena masa lalu selalu bersama kita. Ini hanya terkubur di dalam alam bawah sadar.
Kita sekarang dengan secara sengaja membawa luka-luka ini kedalam terang kesadaran/terang Tuhan. Luka-luka mental ini sekarang terbuka bagi kita. Kita tak perlu melakukan apa-apa dengan luka-luka batin ini. Satu-satunya yang perlu kita lakukan adalah memelihara benak penuh perhatian/sadar dengan segenap perhatian pada luka-luka ini.
Kita jangan membiarkan benak (pikiran) kita mulai bekerja, melakukan analisa atas peristiwa, kejahatan dan sikap orang, juga melakukan penghakiman pada orang tersebut juga pada situasi, yang telah membuat kita terluka.
Jika pikiran mulai bekerja menghakimi dan menyalahkan situasi dan orang lain, dan membebankan tanggung jawab kesalahan pada orang lain, ini tak akan pernah ada habisnya. Dan akibatnya luka-luka mental itu tak akan pernah sembuh. Bukan itu saja, namun ini juga akan menjadi makin parah. Alami saja dengan benak penuh perhatian.
Kapan saja kita punya kesempatan, saat mengalami kesedihan, ketidakbahagiaan, iri hati dan kemarahan, kita selalu bisa kembali ke masa lalu. Dengan cara ini, kita menjadi semakin trampil untuk mendeteksi luka-luka mental yang menjadi latar belakang perasaan-perasaan negatif dan kelakuan yang tak dapat diterima.
5. Pemulihan. Mari kita melihat dengan benak penuh perhatian dan tanpa penghakiman bagaimana luka-luka mental itu terbentuk. Bagaimana situasi, kejadian dan orang lain membuat kita terluka. Dengan menyaksikannya dengan benak penuh perhatian, kita akan menyadari pola-pola pikiran yang telah terkondisi dan ini adalah cara satu-satunya untuk menghilangkannya sampai ke akar-akarnya. Perubahan nyata akan mulai kita alami.
Saat kita secara sadar kembali ke masa lalu dan memandang luka-luka mental ini dengan benak penuh perhatian, dan kesadaran inilah yang akan menjadi daya penyembuh kita. Luka batin tetap tak sembuh karena selama ini tidak disadari, disangkal, tidak dipeduli, dan itu tetap ada karena kurangnya benak penuh perhatian.
Terang kesadaran/terang Tuhan adalah remedinya. Ini menyembuhkan luka-luka batin kita tanpa kita perlu melakukan apa pun, cukup dengan membawanya ke terang kesadaran dengan benak penuh perhatian. Pemulihan pasti akan terjadi. Saat benak penuh perhatian sampai pada luka mental, luka ini akan sembuh. Ini akan diterangi oleh energi kesadaran/energi Tuhan, lalu lenyap. Dengan hilangnya luka-luka ini, maka pola-pola prilaku yang disebabkan atau berakar pada luka-luka ini juga akan hilang.
Benak penuh perhatian ini akan membebaskan kita dari penderitaan lebih jauh lagi akibat luka-luka batin/mental tersebut.
Ini adalah awal dari perubahan nyata yang kita alami. Tidak saja kelakuan kita yang berubah, namun hidup kita juga berubah. Mood kita jadi lebih positif dan kita pun lebih bahgia. Kita akan kembali pada sifat kehidupan yang mendasar: benak penuh perhatian/benak perhatian penuh kesadaran (mindfulness). Kehidupan kita jadi lebih berkualitas. Dan kita bisa berkembang menurut potensi kita.
“Be D*Light for Awareness & Enlightenment"
D*Light Institute – House of D*Light
Tomang, Jakarta Barat
For more information & benefit, please visit us at www.house-of-the-light.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment