Wednesday, June 19, 2019
5 Pelajaran Bernilai dari Viktor Frankl yang Bermanfaat Bagi Kita yang Hidup di Jaman Kini
Di tahun 1945, beberapa bulan setelah bebas dari sebuah kamp konsentrasi milik Nazi Jerman, Fiktor Frankl mulai menulis sebuah buku yang kelak menjadi best seller dan karya klasik sepanjang masa, “Man’s Search for Meaning.” Usianya saat itu 40 tahun. Sebelum Perang Dunia kedua pecah, ia adalah seorang psikolog yang tinggal di Vienna dan memiliki praktek yang berhasil dalam profesinya. Man’s Search for Meaning menceritakan tentang pengalaman mengerikan yang ia alami selama ia tinggal dalam periode yang sarat dengan penderitaan disana, sebagai seorang tahanan. Ia pernah menjalani tinggal di beberapa kamp konsentrasi, seperti Auschwitz, Dachau dan lainnya. Bukunya mengisahkan tentang apa yang menjadi sumber kekuatannya sehingga ia bisa survive dalam situasi kamp konsentrasi itu. Man’s Search for Meaning hingga kini telah terjual lebih dari 10 juta eksemplar dan diterjemahkan kedalam 24 bahasa.
Frankl mengatakan bahwa perjuangan seseorang yang terpenting dalam hidupnya adalah perjuangan untuk mencari makna dan memaknai hidupnya. Dan apa yang ia temukan bahkan semakin relevan dijaman kini, dimana banyak orang mengalami keputusasaan dan merasa hidupnya kosong. Mari kita simak 5 pelajaran sangat bernilai yang dapat kita temukan didalam bukunya kita dapat menjalani kehidupan kita dengan makna dan tujuan yang bernilai, sesuai situasi kehidupan dan kepribadian kita.
Frankl memandang kehidupan adalah suatu upaya pencarian akan makna. Ini berbeda dengan banyak orang yang mengisi hidupnya dengan upaya untuk mengejar kenikmatan dan kesenangan. Mungkin kita hidup dalam rentang spektrum ini. Di satu sisi kita ingin menjalani kehidupan yang bermakna, dan disisi lain kita juga ingin menikmati hidup dengan berbagai kesenangannya. Tentukan sendiri bagaimana kamu mengolah artikel ini sesuai dengan situasi hidupmu dan kepribadianmu.
1. Kita bisa menentukan sikap. Frankl dan sesama tahanan lain diambil dari segala yang mereka miliki. Harta milik, teman, keluarga, status, bahkan nama mereka. Mereka sekarang tak lain adalah seorang tahanan dengan kode dan nomor tertentu. Dari semuanya itu hanya tersisa satu hal yang tak dapat direnggut dari mereka: kehendak bebas, kemampuan untuk memilih dan menentukan sikap dalam situasi apa saja. Kemampuan untuk memilih reaksi terhadap pikiran, perasaan dan situasi apa saja. Seseorang bisa menentukan dirinya mau menjadi apa, dalam situasi hidup apa pun yang melingkupinya. Kita selalu punya kehendak bebas untuk memilih apa yang baik, untuk setia pada nilai-nilai, panggilan hidup, dan tugas-tugas kita.
2. Penderitaan memang tak terhindarkan – namun yang lebih menentukan adalah bagaimana kita bereaksi terhadap penderitaan itu. Frankl menyatakan bahwa seseorang bisa menemukan makna didalam hidupnya lewat tiga cara: pertama lewat pekerjaan, khususnya jika pekerjaan ini melibatkan unsur kreativitas dan sejalan dengan panggilan hidup dan tujuan hidup yang lebih besar dari diri kita; kedua, lewat mengasihi dalam bentuk pelayanan pada orang lain; dan ketiga, lewat penderitaan, yang adalah suatu pengalaman manusia yang dasariah (fundamental). Pada yang ketiga inilah terkandung ujian tertinggi bagi kita. Seperti menurut penuturan Frankl sendiri, “Jika kehidupan memang terkandung suatu makna, maka pasti juga ada makna yang terkandung didalam penderitaan. Penderitaan adalah sesuatu yang tak terpisahkan dari kehidupan, seperti halnya kematian. Tanpa adanya penderitaan dan kematian, kehidupan manusia tak akan utuh.” Maka, ujian bagi kita semua adalah bagaimana respons kita terhadap penderitaan didalam hidup kita. Lebih lanjut Frankl berkata, “Cara bagaimana seseorang menerima takdirnya dan seluruh penderitaan yang terkandung didalamnya, cara bagaimana seseorang memikul penderitaannya [salibnya], akan memberinya peluang yang besar sekali – bahkan didalam situasi paling sulit sekalipun – untuk semakin memperdalam makna hidupnya.
3. Kekuatan yang terkandung didalam tujuan dan panggilan hidup. Frankl mengamati sesama tahanan yang sanggup untuk survive, yang menemukan cara untuk memikul penderitaan, selalu punya tujuan dan panggilan hidup yang membuat mereka mampu bertahan melewati situasi dan kondisi sangat sulit. Bagi sebagian dari mereka, itu adalah anak, pasangan atau sanak keluarga yang menunggu mereka saat mereka bebas kelak. Bagi sebagian tahanan lain, itu adalah pekerjaan atau karya kreatif yang masih belum rampung dan membutuhkan kontribusi mereka yang unik. Saat bekerja di rumah sakit di kamp konsentrasi, ia mengamati bahwa angka kematian tahanan melonjak drastis dalam periode seminggu setelah natal dan akhir tahun 1944. Ia mempertalikannya dengan adanya harapan dikalangan tahanan bahwa mereka akan bebas sebelum Natal. Namun ternyata setelah tahun baru mereka tak kunjung bebas, mereka pun sadar bahwa situasi tetap tak berubah. Mereka pun kehilangan harapan dan keberanian. Ini pada gilirannya mengakibatkan menurunnya daya tahan dan kemampuan untuk survive.
4. Ujian sebenarnya terhadap karakter kita, ini akan terungkap dari bagaimana kita berespons dan bertindak. Frankl sampai pada kesimpulan bahwa tidak ada jawaban yang umum dan berlaku bagi semua orang tentang makna kehidupan. Setiap orang harus menemukan sendiri jawabannya untuk mereka masing-masing. Setiap orang punya makna hidup yang sifatnya unik dan khas untuk diri mereka masing-masing. Kita menemukan makna hidup kita yang unik menurut situasi kehidupan kita, watak kepribadian kita, relasi-relasi kita dan pengalaman-pengalaman kita. Kehidupan akan menguji kita dan hasilnya akan terungkap bagaimana cara kita berespons dan bertindak. Sehubungan dengan ini, Frankl bertutur, “Kita tidak perlu bertanya terus tentang makna kehidupan, namun terlebih kita pantas memandang diri kita sebagai orang yang ditanya oleh kehidupan – setiap hari, bahkan setiap jam. Jawaban kita tidak terungkap lewat kata-kata dan meditasi, namun ini lebih pada sikap dan kelakuan kita. Kehidupan ujung-ujungnya adalah soal mengemban tanggung jawab untuk menemukan jawaban-jawaban yang benar untuk persoalan-persoalannya dan untuk memenuhi tugas yang telah ditetapkan secara terus-menerus bagi setiap individu.”
Maka, jawaban tentang makna hidup tidak akan ditemukan lewat bermeditasi di atas puncak gunung, namun ini dapat ditemukan setiap hari, bahkan setiap jam dalam pilihan kita dalam kehendak bebas kita untuk memilih melakukan apa yang benar dan melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab kita.
5. Kebaikan manusia dapat ditemukan justru di tempat-tempat paling tak terduga. Orang mungkin mengira bahwa para perwira pengawas tahanan adalan orang-orang yang kejam dan tak berperikemanusiaan. Namun Frankl menemukan justru sebaliknya, ia mengalami momen-momen kebaikan hati justru dari mereka. Pernah ada seorang penjaga secara diam-diam memberinya sebongkah roti dengan memikul resiko dirinya ketahuan dan dihukum. Bukan rotinya itu sendiri yang paling penting, namun tatapan mata dan perkataan penjaga itu saat memberikannya. Sedangkan disaat-saat lain ia melihat para pengawas lain memukuli tahanan karena pelanggaran terkecil. Sehubungan dengan itu, Frank berkata, “Kehidupan di kamp konsentrasi bisa merobek jiwa manusia dan mengungkap tentang kedalaman-kedalamannya, yang memang sudah menjadi sifat bawannya adalah campuran dari kebaikan dan kejahatan.”
Buku “Man’s Search for Meaning” dan ajaran Viktor Frankl sangat relevan bagi kita yang hidup dijaman kini, dimana banyak orang mengalami krisis makna dan kekosongan. Menemukan dan menekuni makna hidup sangat penting jika kita ingin mengalami apa yang dikatakan oleh Sokrates sebagai sebuah “Kehidupan yang layak dijalani.” Wawasan-wawasan yang diajarkan oleh Frankl menyatakan bahwa tidak saja upaya pencarian akan makna itu mengandung nilai tersendiri, namun ini memang sudah menjadi tugas hidup yang fundamental bagi kita semua untuk menemukan makna hidup kita masing-masing, mengejarnya dan menekuninya setiap hari.
Bila Frankl menekankan tentang fungsi kehendak bebas manusia untuk menentukan hidupnya dan responsnya, kita tetap tidak melupakan peran iman dan bimbingan Tuhan untuk mengarahkan respons kita dan jalan hidup kita disetiap persimpangan penting dan menentukan didalam kehidupan. Setiap pilihan yang kita ambil akan membawa konsekuensi, entah itu pilihan baik atau buruk. Iman juga tetap menyertakan dimensi psikologis dari orang beriman. Karena iman dihayati oleh seorang manusia dengan segala dimensi psikologisnya. Dan aspek psikologis juga masuk kedalam dimensi keimanan seseorang. Keduanya tak dapat dilepaskan satu sama lain dan saling melengkapi dan memperkaya.
Memperdalam wawasan kita dikedua dimensi ini akan sangat mengembangkan dan memperkaya batin, mental, psikologis dan keimanan kita, dalam mengarungi perjalanan kehidupan, hingga kita kembali pada Sang Pencipta kelak.
Dialihbahasakan & dikembangkan oleh Boni Sindyarta
“Be D*Light for Awareness & Enlightenment"
D*Light Institute – House of D*Light
Tomang, Jakarta Barat
Menginspirasi, mendidik dan menghibur…
Sumber: https://www.realtimeperformance.com/5-lessons-from-viktor-frankls-book-mans-search-for-meaning/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment