Monday, July 8, 2019
Kebaikan Hati Bukanlah Sebuah Pertanda Kelemahan
Dunia jaman kini semakin membutuhkan orang-orang baik hati. Orang-orang yang punya belas kasih. Orang-orang yang punya empati dan bersedia mencoba mengerti penderitaan orang lain. Di jaman yang semkin kompetitif ini, pesan yang kerap didengung-dengungkan adalah, “Jika kamu mau berhasil. Jika kamu mau menjadi seorang pemimpin. Kamu harus agresif. Kamu harus kejam pada orang lain. Jika tidak maka kamu yang akan diperalat oleh mereka. Kamu harus menunjukkan dirimu. Menunjukkan kemampuanmu. Kamu harus bicara dengan suara keras. Kamu harus memikirkan dirimu sendiri dan jangan terlalu lemah berbelas kasih pada orang lain.”
Namun coba kamu renungkan ini: kelak, pada hari-hari terakhir hidupmu di dunia. Pada hari-hari terakhir menjelang kematianmu kelak, kamu mungkin akan merenung: sudahkah selama ini, sepanjang hidupmu kamu menjalaninya dengan berusaha menjadi orang yang baik hati? Jika selama ini kamu banyak menyakiti orang lain. Jika selama ini kamu selalu mementingkan dirimu sendiri dan mengorbankan orang lain, mungkin sekali kamu akan mengakhiri hidupmu dengan penyesalan.
Maka, ini ada sebuah pesan yang sangat penting bagi kamu semua, “Sungguh penting untuk menjalani kehidupan dengan menjadi orang yang baik hati.”
Kebaikan hati bukanlah sebuah pertanda kelemahan. Di jaman kini, banyak orang agresif. Ada prinsip, “Get them before they can get you – pukul duluan sebelum kamu dipukul.” Ada keyakinan bahwa jika kita tidak agresif, kita tidak bisa survive. Sebenarnya agresi bersumber dari perasaan insecure (rasa tidak aman). Dan rasa insecure ini berakar pada rasa takut. Saat kita merasa takut. Saat kita merasa tidak aman. Hati kita menciut, mengkerut. Dan kita menutup hati kita. Kamu akan melakukan apa saja agar merasa aman. Kamu akan melakukan apa saja untuk membela diri. Kamu akan melakukan apa saja untuk menjaga keselamatanmu.
Kita tidak bisa menjadi orang yang baik hati, atau setidaknya kita sulit untuk menjadi orang yang baik hati, saat kita takut. Sistem Limbik adalah bagian otak kita yang punya fungsi survival. Ini bertugas untuk menjaga kelangsungan hidup kita. Saat kamu takut, kamu masuk ke survival mode – modus pertahanan diri: fight (bertempur), flight (melarikan diri), atau freeze (lumpuh). Persepsimu menyempit. Detak jantungmu bertambah kencang. Satu-satunya tujuan adalah: agar kamu merasa aman. Agar kamu tetap hidup.
Ada begitu banyak orang yang mengalami trauma dalam hidupnya. Ada banyak orang yang sudah begitu banyak menderita. Sudah banyak menderita kehilangan. Kekecewaan. Trauma. Termasuk orang-orang yang kamu kenal. Orang-orang yang dekat denganmu. Karenanya, mereka hidup dalam ketakutan. Ini menjadi kondisi mereka yang normal sehingga mereka sudah tidak sadar lagi: hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran yang konstan. Apa akibatnya? Akibatnya mereka tidak berfungsi menggunakan tatanan fungsi otak yang lebih tinggi. Mereka terus berfungsi dalam sistem limbik yang bekerja. Maka persepsi mereka menyempit. Hati mereka tertutup. Mereka terus berusaha menjaga diri untuk aman. Mereka terus berjaga-jaga akan bahaya. Akan kekhawatiran hidup. Akan ketakutan hidup. Dilingkup lingkungan kerja. Keluarga. Teman. Saudara. Dan masyarakat. Dimana saja.
Orang-orang yang tertutup hatinya bukanlah orang-orang yang memberi dampak positif bagi kehidupan. Bagi orang lain. Orang-orang yang tertutup hatinya tak akan menjalani kehidupan yang bermakna dan bahagia. Tidak akan memberi inspirasi. Tidak akan banyak memberi dan berempati. Tidak akan banyak berbelas kasih, karena mereka sedang berusaha memikirkan keselamatan diri sendiri.
Saat kita masih kecil. Hati kita polos, bersih dan terbuka. Kita innocent. Murni dan bersih. Namun saat kita mulai beranjak dewasa dan menghadapi dunia, kita mengalami trauma. Bahkan kita mengalami trauma sejak masa kecil. Kita menderita kehilangan. Kita dikecewakan. Kita dikhianati. Kita diperalat. Kita dimanipulasi. Kita dihina. Kita dilecehkan. Kita dirugikan. Kita dikorbankan. Kita dianiaya. Kita gagal. Rasa kelayakan diri kita rusak. Kita jadi minder. Dsb.
Semuanya makin bertumpuk didalam diri kita. Masyarakat berkata: jangan baper. Ayo jadi orang kuat. Jangan letoy. Jangan cengeng. Jangan lembek. Ayo keraskan hati. Ayo berjuang lebih keras. Sibukkan dirimu. Ayo raih sukses setinggi-tingginya. Jangan rasakan lukamu. Abaikan saja. Anggap saja tidak ada. Namun ini rahasianya agar kamu sembuh:
“Agar kamu bisa sembuh dari luka, kamu harus merasakan luka-luka itu.” Saat kamu mengalaminya. Saat kamu merasakannya. Kamu melepaskannya. Karena kamu membawa semua luka-luka itu kedalam terang kesadaran. Kedalam terang Tuhan. Maka itu larut, lepas dan kamu pun bebas.
Tapi yang sebagian besar orang lakukan dalam masyarakat adalah: kita menelan itu semua mentah-mentah masuk kedalam hati kita. Kedalam diri kita. Akibatnya ini menghambat, memblokir kreativitas kita, produktivitas kita, performa kita. Dan yang lebih penting lagi, ini memblokir keotentikan kita. Kita tidak bisa menjadi orang yang tulus dan otentik.
“ORANG YANG MENDERITA AKAN MELAKUKAN HAL-HAL YANG MENYAKITKAN DAN MEMBUAT ORANG LAIN MENDERITA.” Orang yang insecure dan takut akan menjadi agresif. Bicara kasar dengan suara keras. Mereka berusaha mengejar harta, kesuksesan, posisi dan kemashyuran, karena jauh didalam diri mereka, ada bagian diri mereka yang masih anak kecil yang ketakutan. Yang berusaha untuk merasa aman. Mereka mengira bahwa dengan memperoleh itu semua, mereka akan dikasihi oleh banyak orang, dan merasa lebih aman.
Maka, let’s play different game. Kamu cobalah mengeksplor, menjelajahi dan menggali penderitaanmu. Tanyakan pada dirimu sendiri. Apa yang selama ini menghalangi kamu untuk berbelas kasih pada orang lain. Apa yang selama ini menghalangi kamu untuk menjadi dirimu yang sejati. Untuk mengungkapkan dirimu yang sejati dan apa adanya. Apakah kamu merasa insecure. Maka, jelajahi dan galilah rasa insecure ini. Mengapa kamu tidak menjadi duta kebaikan? Jika kamu sudah membereskan rasa insecure ini, kamu pun menghadapi dunia dengan perasaan aman.
Ini ada satu rahasia lagi: “DIA YANG MEMBERI PALING BANYAK, ITULAH YANG PALING MENANG” Semakin banyak kamu memberi kasih. Semakin kamu banyak memberi ke orang lain, ke keluarga, ke saudara, ke teman-teman, ke orang asing yang belum kamu kenal, ke tetangga, ke dunia – dunia akan semakin membalas pemberianmu dan kebaikanmu.
Satu lagi rahasia besar: “KITA MENERIMA DARI KEHIDUPAN, BUKAN DARI APA YANG KITA AMBIL. NAMUN KITA MENERIMA DARI KEHIDUPAN DARI APA YANG KITA BERI.” Ego yang menjadi sumber ketakutan dan rasa insecure mengatakan: ambil. Ambil sebanyak-banyaknya. Namun jiwa kita punya tatanan yang lebih tinggi. Semakin banyak orang yang kita bantu dan tolong, semakin hidup kita mengalami peningkatan, dalam cara-cara yang tak pernah terbayangkan oleh kita saat ini. Itu semua akan kembali berkali-kali lipat kepadamu. Hanya karena bukan seperti ini cara sebagian besar orang dalam masyarakat berfungsi, bukan berarti prinsip ini tidak bekerja.
Nelson Mandela menderita 27 tahun di pengasingan. 18 tahun ia jalani di Robben Island dimana ia disiksa. Ia dipaksa untuk menggali lubang. Masuk dan berbaring didalamnya, untuk kemudian dikencingi dan diolok-olok. Saat ia kelak dibebaskan dan diangkat menjadi presiden Afrika Selatan, saat upacara pelantikan ia mengundang si penjaga penjara yang dulu mengurungnya. Ia telah membangun kebaikan hati didalam dirinya. Saat ia ditanya mengapa ia melakukannya, ia menjawab, “Jika aku tidak membangun kebaikan hati seperti ini, aku tentu masih ada di penjara sama seperti dulu.”
Maka, bangunlah kekuatan kebaikan hati didalam dirimu. Kekuatan kebaikan hati yang tak dapat dikalahkan oleh kejahatan. Balaslah kejahatan dengan kebaikan. Dengan kamu melakukannya di skala lingkup kehidupanmu, dilingkungan dimana kamu hidup, kamu telah menjadikan dunia ini sebagai tempat yang lebih baik untuk dihuni.
Dialihbahasakan & dikembangkan oleh Boni Sindyarta
“Be D*Light for Awareness & Enlightenment"
D*Light Institute – House of D*Light
Tomang, Jakarta Barat
Menginspirasi, mendidik dan menghibur…
Sumber: “Why Kindness is not a Weakness” by Robin Sharma – YouTube Channel
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment