Monday, February 11, 2019

Arti Kasih Sejati Menurut Pandangan Budhisme




Apa yang dimaksud dengan jatuh cinta? Sedang dilanda cinta? Atau menetap dalam cinta? Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan cinta? Apa yang dimaksud dengan kasih? Dalam pandangan Budhis, berusaha mencari sesuatu diluar diri kita dipandang sebagai suatu kesia-siaan. Ini karena menurut pandangan Budhis, diyakini bahwa segala sesuatu yang kita butuhkan sudah ada di dalam diri kita. Usaha untuk mencari kebahagiaan dan kepuasan batin pada orang lain disebut kelekatan, yang ujung-ujungnya hanya menimbulkan penderitaan. Saat kita melekat pada orang lain, kita jadi bergantung pada orang tersebut untuk pemenuhan kepuasan batin dan fantasi kita tentang cinta.

Namun sebenarnya kasih sejati, cinta sejati, tak butuh sarana agar ungkapannya dan ekspresinya dapat terpenuhi. Kasih sejati, cinta sejati, tidaklah menuntut. Maka, bagaimana pandangan Budhis tentang kontradiksi ini? Caranya adalah dengan memeriksa kebenaran agung pertama yang dinyatakan oleh Budha, yakni “kehidupan adalah dukkha.” Dukkha terbagi menjadi tiga keadaan:

1. Penderitaan. Penderitaan yang biasa kita alami dan rasakan dalam hidup sehari-hari. Penderitaan ini mencakup derita fisik, mental dan emosional. Penderitaan disebabkan karena adanya keterpisahan dengan kesadaran ilahi. Keterpisahan ini menimbulkan rasa kesepian. Ini adalah bagian penderitaan dari dukkha, yakni keterpisahan dari Tuhan.
 
2. Perubahan. Semua yang tidak permanen dan akan berubah adalah dukkha. Maka kegembiraan adalah dukkha, karena kegembiraan itu tidak permanen. Keberhasilan dan kesuksesan besar, yang akan pudar seiring dengan berjalannya waktu adalah dukkha. Ini bukan artinya kegembiraan dan keberhasilan itu buruk atau salah jika kita menikmatinya. Jika kamu merasa gembira, alami perasaan gembira ini, namun jangan melekat padanya.

3. Keadaan yang terkondisi. Segalanya saling mempengaruhi satu sama lain. Ini adalah bagian dari ajaran tentang dukkha yang paling sulit untuk dimengerti. Bagaikan seekor laba-laba yang menebarkan jaringnya, menciptakan matriks kesadaran yang hidup. Beridentifikasi dengan sesuatu diluar dirimu sama saja artinya dengan mengundang penderitaan. Penderitaan timbul karena ada rasa kehilangan. Namun, di dalam intinya, sebenarnya penderitaan adalah suatu ilusi. Kasih yang otentik itu utuh, lengkap dan pada intinya melampaui penderitaan. Ketika sesuatu itu mati atau pergi, sebenarnya kamu tidak kehilangan sesuatu itu, karena kamu tak pernah memilikinya. Kita merasa paling menderita saat kita melekat pada ilusi ini. Kasih sejati tidak meninggalkan luka saat kita kehilangan itu, karena mustahil kita kehilangan kasih sejati. Saat tercipta, kasih sejati akan terus ada dalam dimensi ilahi. Percakapan ilahi tentang kasih sejati lebih daripada sekadar sebuah diskusi. Namun ini suatu kehidupan yang sarat dengan kemungkinan. Bagai seekor kupu-kupu yang hendak membuka sayapnya untuk yang pertama kalinya. Kasih sejati adalah penyatuan diri. Yang dicari sebenarnya sudah ada di dalam diri kita.

Sebagai kekasih, sebenarnya apa yang kita cari? Kita sebenarnya sudah memilikinya. Hari ini, jangan harapkan hari yang lain, namun harapkan untuk hari ini saja. Maka, kamu pun sadar bahwa dirimu sungguh diberkati. Begitu pula untuk kasih: jangan harapkan sesuatu yang sebenarnya sudah ada di dalam dirimu.

Sebagai kalimat penutup: seseorang tidak bisa jatuh cinta dengan sesuatu yang ada di luar dirinya, karena hakikat diri sejati seseorang adalah kasih itu sendiri. Saat kita menyadarinya, kita semakin mudah menarik lebih banyak kasih kepada diri kita. Maka, jatuh cinta sebenarnya adalah berpulang ke diri sejati kita sendiri. Sungguh ini adalah sebuah paradoks yang hebat. Maka, sering-seringlah jatuh cinta!!  

“Be D*Light for Awareness & Enlightenment"

D*Light Institute – House of D*Light
Tomang, Jakarta Barat

For more information & benefit, please visit us at www.house-of-the-light.com


 

No comments:

Post a Comment