Monday, January 13, 2020

9 Tanda Kamu Punya Trauma Masa Kecil yang Perlu Dibereskan


Siapa di antara kita yang tak pernah mengalami trauma? Hampir setiap orang pasti punya trauma. Mungkin kamu banyak mengalami trauma waktu masa kecil. Menjalani hidup dengan luka-luka batin bekas trauma memang tidak mudah. Trauma bisa berupa emosional, mental atau fisik. Saat kamu beranjak dewasa, kamu mengira trauma-trauma itu sudah beres dan kamu sudah bisa mengatasinya. Namun ternyata masih belum atau belum sepenuhnya. Tandanya nampak pada perilaku-perilaku yang kurang sehat saat kita dewasa. Jika kamu tak membereskan ini, perilaku-perilaku itu akan terus ada, bahkan bisa sampai seumur hidup. 

Cara untuk membereskan trauma adalah menghadapi masa lalu yang menyebabkan trauma. Dengan kamu mengijinkan dirimu untuk mengalami perasaan-perasaan yang menyakitkan, mengungkapkannya dan mengolahnya, kamu bisa melepaskan diri dari pengaruh trauma masa kecil.

Ayo kita simak 10 perilaku kurang sehat pada masa dewasa yang disebabkan oleh trauma masa kecil. 

Satu: kerap dicekam ketakutan. Kamu selalu berusaha bermain aman. Masalahnya, perilaku ini menghalangi kamu untuk mengalami kehidupan sepenuhnya. Kamu jadi sulit hidup maksimal dan tidak berani mengejar impianmu. 

Dua: pasif agresif. Trauma mengajarkan pada orang yang mengalaminya untuk melindungi dirinya. Ini kamu lakukan dengan selalu bersikap mengitari masalah dan bukan menghadapinya secara langsung. Jadi kamu pun memendam amarah. Namun lama-kelamaan emosi yang terpendam ini akan meletus atau tumpah keluar. Selama ini kamu mungkin mengira menghindari negativitas dalam dirimu, namun sebenarnya kamu menghindari emosi-emosi yang masih perlu dibereskan.

Tiga: terlalu overprotektif pada diri sendiri. Kamu percaya semua orang akhirnya akan mengkhianati kamu dan berbuat jahat padamu, cepat atau lambat. Ini menghalangi kamu mengalami relasi yang mendalam dan memuaskan. Kamu mengekang dirimu sendiri untuk menjalin relasi dengan orang lain. Hanya karena kamu dulu pernah dikhianati dan dijahati orang, bukan artinya semua orang itu jahat dan berniat jahat.

Empat: memandang dan menjadikan diri sendiri sebagai korban. Jika kamu dulu terbiasa dijadikan korban atau dikorbankan demi orang lain, ini akan menjadi bagian identitasmu. Dan ini bisa terpatri kuat dalam pikiranmu. Sayangnya, kamu yang menganut identitasmu sebagai korban, ini akan mempengaruhi seluruh aspek hidupmu secara negatif. Dan ini bisa menyebabkan kejadian serupa selalu terulang. Kamu jadi sulit maju. Ingat, kamu bukan korban, kamu adalah penentu hidupmu sendiri.

Lima: selalu mengantisipasi masalah atau bencana. Tanpa sadar mungkin kamu selama ini mengantisipasi masalah serupa yang dulu pernah membuatmu trauma, akan terulang lagi. Meski masalah itu sudah lama lewat, bahkan sudah beres. Ini menghalangi kamu hidup di masa kini dan menikmati hidup.

Enam: kerap lupa suatu kejadian atau periode hidupmu. Trauma bisa menyebabkan pikiranmu mengalami apa yang disebut “black out.” Kamu jadi lupa banyak momen yang membuatmu trauma atau suatu periode kehidupan yang traumatis. Ini menghalangimu untuk hidup secara utuh, rasanya seolah ada bagian hidupmu yang hilang. Juga sungguh tak nyaman bukan, bila orang kebanyakan bisa mengingat momen-momen hidupnya yang sudah lewat sedangkan kamu sendiri “nge-blank.”

Tujuh: merasa diri tidak utuh. Ini dekat dengan poin sebelumnya. Orang yang mengalami trauma berat bisa merasa ada bagian dirinya yang hilang. Ia jadi kehilangan kontak dengan kehidupan. Ini adalah mekanisme survival. Ini menyebabkan mekanisme pertahanan diri disosiasi seperti telah dibahas di artikel sebelumnya. Agar bisa bertahan, kamu mengembangkan suatu karakter atau kisah kehidupan dimana kamu seolah-olah berkembang dan berhasil. Namun ini malah menyulitkan kamu membina keterhubungan dengan dirimu yang sebenarnya dan seutuhnya.

Delapan: kamu tertarik kepada situasi tak sehat sejenis. Bisa terjadi kamu mencari orang yang punya ciri-ciri dan watak serupa dengan orang yang dulu pernah menganiaya kamu. Ini bisa mengundang kejadian serupa di masa lalu terulang lagi. Ini bukan artinya kamu cari masalah, tapi memang tendensi alami otak kita untuk melekat pada situasi serupa atau mirip.

Sembilan: mencari pengakuan dan penghargaan luar secara berlebihan. Tumbuh dibesarkan di lingkungan rumah dimana terjadi penganiayaan verbal dan fisik bisa membuat kamu jadi insecure. Saat dewasa, kamu jadi berlebihan mencari pengakuan dan penghargaan dari orang lain. Di medsos kamu yang mendewakan jumlah “like” yang kamu peroleh untuk setiap status yang kamu update. Kebutuhan pengakuan dan penghargaan dari orang lain adalah kebutuhan yang wajar dan sehat, setiap orang membutuhkan ini, namun jika berlebihan ini biasanya menandakan ada akar trauma. Kamu sangat mendambakan dirimu disukai banyak orang dan jadi tergantung oleh pengakuan dan penghargaan orang lain.

Selama trauma-trauma masa kecil belum beres, ini pasti akan menggejala pada masa dewasa. Kamu sulit menjadi pribadi yang berkembang maksimal dan utuh jika ini belum dibereskan. Kembali ke masa lalu memang perlu untuk membereskannya, namun jangan get stuck di situ. Hidupmu ke depan masih panjang, masih banyak karya bisa kamu hasilkan dan kamu masih bisa berkembang jauh lebih banyak lagi. 

Bicarakan dengan seorang sahabat terpercaya dan konselor atau terapis profesional bila perlu. Saat kamu sudah membereskan akar trauma, kamu pasti mengembangkan kapasitas lebih untuk menolong orang lain dengan masalah serupa. Hidupmu jadi lebih bahagia dan bisa berguna untuk orang lain.

Penulis: Boni Sindyarta

“Be D*Light for Awareness & Enlightenment"

D*Light Institute – House of D*Light
Tomang, Jakarta Barat

Menginspirasi, mendidik dan menghibur…

Sumber: 9 Signs You’re Dealing with Childhood Trauma – Psych2Go – YouTube Channel

No comments:

Post a Comment