Tuesday, March 3, 2020

Dengarkan Bisikan Hatimu dan Genapi Panggilan Hidupmu



Ada sebuah suara bisikan yang lembut di dalam dirimu. Di dalam diri kita semua.

Saat kamu masih kecil. Masih kanak-kanak, kamu bisa mendengar suara bisikan lembut ini dengan jelas. Mungkin kamu kerap menuruti bisikan lembut ini. Kamu minta maaf pada ayah ibu kita, setelah kamu nakal dan berbuat salah. Kamu mengembalikan mainan yang kita pinjam dari teman. Kamu tidak mau mencontek saat ulangan di sekolah. Ini semua karena kamu mendengarkan bisikan di dalam hatimu. Kamu hidup dengan gembira dan menjadi dirimu sendiri, tanpa banyak memakai topeng dan ja-im (jaga image).

Tapi semakin kita beranjak besar. Kita mendengar banyak suara-suara yang berusaha mempengaruhi kita. Juga suara-suara orangtua kita sendiri. Suara saudara kandung kita. Suara guru-guru di sekolah. Suara saudara-saudara. Suara teman-teman kita. Suara tetangga. 

Mereka mengatakan, kamu harus begini. Kamu harus begitu. Supaya kamu oke. Supaya orang menghargai kamu. Kamu harus seperti saya ini. Yang bisa ini dan itu. Yang punya ini dan itu. Kamu harus jadi orang bertitel. Kamu harus sukses. Kamu harus kaya. Kamu harus punya rumah bagus. Kamu harus punya pekerjaan dan posisi mentereng di kantor. Dll...

Kita mendengarkan suara-suara iklan di televisi yang memang dirancang untuk memancing bahkan menciptakan kebutuhan-kebutuhan di dalam diri kita. Mereka berkata, “Kamu harus pakai produk ini, biar keren.” “Kalau kamu punya ini dan itu, kamu oke.” “Kalau kamu liburan disana dan disini, artinya kamu orang berkelas.”Dan masih banyak lagi pesan dan taktik advertising.

Ini terus kita dengar dari orang lain dan banyak sumber, maka lambat laun kita mulai dan semakin percaya bahwa itulah yang benar. Kita terpukau dengan iklan-iklan dan produk-produk. Kita semakin percaya bahwa itulah penentu nilai diri kita yang paling benar. Paling absolut. Jika kita tidak punya ini dan itu, jika kita tidak pakai  produk ini dan itu, maka nilai diri kita pun kurang atau lebih rendah dibanding mereka yang punya. 

Kita lebih percaya dan mendengarkan itu semua. Maka, lama-kelamaan suara bisikan lembut ini makin lemah, karena terus kita abaikan, dan akhirnya hilang dan terkubur oleh suara-suara orang dan benda-benda duniawi.

Kita pun terus beranjak dewasa, dan suara bisikan ini makin terkubur di tengah kesibukan dan aktivitas sehari-hari. Saat itulah kita diberitahu bahwa kita sekarang sudah dewasa dan siap menghadapi kehidupan. Kita harus bekerja di kantor. Kita harus menikah. Kita harus punya anak. Kita harus sukses. Kita harus kaya. Harus, harus, harus, harus dan harus....

Dalam perjuangan kita memenuhi semua keharusan itu, kita pun lupa pada bisikan lembut ini. Kita lebih menganggap semua keharusan itu sebagai patokan mutlak yang menentukan siapa diri kita. Hidup kita jadi ditentukan oleh semua  keharusan itu. Itulah yang mengarahkan hidup kita.

Tapi tunggu dulu...sebenarnya itu semua bukan penentu utama siapa kita. Orang-orang yang mengatakan, “Kamu ini harus seperti saya lho....atau seperti anak-anak saya ini yang begini dan begitu, yang bisa ini dan itu, yang punya ini dan itu... – biasanya mengatakan itu dengan suatu hidden agenda. Dengan suatu motif terselubung. Pesannya biasanya tak jauh-jauh dari ini, “Kamu harus seperti saya ini karena saya ini lebih baik dari kamu.” “Kamu harus seperti anak-anak saya ini, karena anak-anak saya ini lebih baik dari kamu,.... lebih baik dari anak-anakmu.”

Tapi bisikan batin yang lembut di dalam dirimu tak punya motif apa pun. Dialah penuntun sejati hidupmu. Dia tak punya maksud terselubung. Dia tidak mencari keuntungan. Dia tulus menyuarakan kebenaran.

Kamu boleh menyebut bisikan lembut ini sebagai suara hati. Suara Tuhan. Penuntun internal. Jati diri. Inilah dirimu yang autentik. Dirimu yang sejati. Yang nilainya tak ditentukan oleh semua omongan orang luar, penilaian orang lain, penghakiman orang lain, kritik orang lain, bahkan juga pujian dan sanjungan orang lain.

Ini suara bisikan yang mengarahkan kita untuk menemukan tujuan sejati hidup kita. Memenuhi panggilan hidup kita sebagai manusia. Inilah suara diri kita yang terbaik. Diri kita yang autentik. Diri sejati kita.

Demi mengikuti tuntunan suara ini, mungkin dibutuhkan pengorbanan dan disiplin. Namun ini selalu mengarahkan kita untuk menjadi versi diri kita yang terbaik. Manusia berproses. Manusia menjadi. Menjadi versi terbaik dirinya masing-masing. Menjadi versi terbaik dirinya yang mungkin ia raih.

Jangan abaikan bisikan lembut suara ini. Jangan abaikan bisikan batinmu. Jangan menukar bisikan itu dengan semua apa kata orang dan penilaian orang. Dengarkan bisikan itu dan ikuti petunjuknya. 

Di dunia jaman kini, dimana mayoritas orang terbuai dan mendewakan sukes dan harta duniawi sebagai penentu akhir nilai diri mereka, dengarkan bisikan lembut batinmu. Inilah jalur satu-satunya menuju kedamaian yang sangat jarang ditemukan orang di dunia kini. 

Selama kamu masih merasa dirimu lebih atau kurang dari orang lain. Selama kamu masih merasa dirimu jadi korban. Selama kamu masih merasa itu semua menjadi penentu siapa dirimu....itu tandanya unsur ego masih berperan. Namun itu hanyalah ilusi dan bukan dirimu yang sejati. Itu bukan penentu akhir nilai dirimu. 

Tujuan hidup kita di dunia adalah untuk semakin menyadari dan mengenal diri sejati kita. Untuk menyadari siapa diri kita yang sejati. Untuk menjadi versi terbaik diri kita yang mungkin kita raih. Untuk mengembangkan potensi dan talenta kita hingga maksimal, agar bisa memberi manfaat pada dunia dan orang lain. Untuk memberi kebaikan dan kasih pada orang lain. Dengan itu, kita pun menggenapi misi dan panggilan hidup kita di dunia.

“Perjalanan terjauh, pengembaraan yang terjauh...adalah pengembaraan untuk menemukan diri kita yang sejati.” 

Penulis: Boni Sindyarta

Be D*Light for Awareness & Enlightenment"

D*Light Institute – House of D*Light
Tomang, Jakarta Barat

Menginspirasi, mendidik dan menghibur…

No comments:

Post a Comment